Kembali ke Bali

Kembali ke Bali - Empat tahun yang lalu, Agustus 2016. Saya memutuskan mengadu nasib di Bali. Tidak terbayangkan sebelumnya, tinggal dan bertahan hidup disana. Pulau Dewata yang yang tersohor di dunia lewat pariwisatanya. 

Kembali ke Bali

kembali-ke-bali

Keputusan ini sangantlah berat bagi saya,  persaingan dalam mencari kerja tentulah sangat ketat dan akan penuh perjuangan. Sebelumnya, saya pernah mencoba di awal tahun 2015, namun gagal. Akhirnya, Saya kembali lagi ke Jawa, menjalani hidup bagaikan zombie, mondar-mandir antara Banyuwangi - Jember tanpa rutinitas yang jelas. Kemudian, Pertengahan 2015 saya ke Bekasi, menerima tawaran dari teman untuk jadi Operator di Sebuah Yayasan Pendidikan. Tempatnya adem, tentrem, jauh dari hiruk pikuk keramaian kota. Hampir satu tahun saya di Yayasan tersebut, berkecimpung dengan Dunia Pendidikan. 

Setelah keluar dari Yayasan di Bekasi, dengan niatan mencari kerja di daerah Banyuwangi supaya lebih deket sama Walid (Bapak). Namun apalah daya, berbulan-bulan tidak kunjung dapat kerja. Mungkin saja, usaha saya kurang begitu keras. Dengan sangat berat hati, Saya memutuskan untuk Kembali ke Bali. Asumsi saya sih, antara Bali dan Banyuwangi deket, jadi saya bisa kapanpun menjenguk Walid di Banyuwangi. Keputusan untuk Kembali ke Bali berbuah simalakama bagi saya. Serba susah dan berat. Saya sanggup dan mampu memanage sebuah perjalanan dengan sangat baik, hanya saja saya tak sanggup meramal, apa yang akan terjadi kedepannya. Orang Bijak mengatakan, "manusia hanya mampu berencana, Tuhan lah yang memutuskan". Mungkin, Saya termasuk salah satu orang bijak tersebut. 

Salah satu kendala terbesar saat itu adalah kendaraan Roda Dua. Wajib memiliki Sepda Motor, setidaknya. Untuk dapat bersaing mendapatkan kerja. Bali menjadikan sepeda motor bagaikan kaki. Tidak memiliki sepeda motor berarti tidak punya kaki. Saya mencoba mengesampingkan hal tersebut, Walau, hampir ditiap lowongan yang ada mengharuskan punya motor. Saya tetap mecoba masukkan lamaran, entah itu via email maupun direct.  Tidak punya kaki, bukan berarti tidak bisa jalan. 

Sekitar 3 bulan, saya terkatung-katung. Bagaikan tupai yang sedang beraksi, geser sana geser sini, loncat sana loncat sini, numpang sana numpang sini, diantara kostan temen yang lebih dulu mengadu nasib di Bali. Hingga akhirnya, awal November saya berkerja dan disediakan mess, di salah satu Penginapan di tengah pusat keramaian Kuta, Benesari. Sayangnya tidak berlangsung begitu lama saya berkerja di penginapan tersebut. Alasannya, sangatlah klise. Ketidak cocokan antar temen kerja. Hampir terjadi kontak fisik, antara saya dan temen kerja asal Bali. Mungkin, karena saya Produk gagal Madura, saya mengalah, saya memilih risen di bulan ketiga masih dalam masa probation kerja. Tepatnya,  Akhir Januari 2017. Kembali lah saya terkatung-katung, Mode Zombie. Saya tak lagi menjadi tupai, yang loncat loncat sini, kini hanya di satu tempat saja. Urunan bayar kost sama temennya temen di Jalan Mataram, Legian.

Petualangan mencari kerja, saya mulai dari awal lagi. Tentunya, dengan mengesampikan kendala yang saya miliki, Sepeda Motor. Melamar kerja sana sini, sempat mengisi DW (Daily Worker) dibagian Housekeeping, dibeberapa penginapan. Hingga saya menyeberang ke Gili Trawangan Lombok, pada pertengahan Maret 2017, diterima sebagai Front Office di salah satu hotel. Lagi-lagi tidak berlangsung lama, hanya hitungan hari bahkan jam, hanya dapat gratisan naik fasboat dari Padang Bay ke Gili Trawangan. 

Dari Gili Trawangan Lombok Kembali ke Bali

Menjelang sore saya sampai hotel, memperkenalkan diri kebagian HRM Hotel. Setelah itu, disuruh ke mess karyawan dibelakang hotel. Bersosialisasi dengan karyawan lain disana, malamnya istirahat. Paginya, memulai training staff. Siangnya, Ditengah saya mempelajari  Sistem Komputer Perhotelan di Meja Front Office, ada insiden yang tidak begitu menyenangkan. Kali ini, bukan dengan rekan kerja melainkan General Manaer (GM), GM sementara lebih tepatnya.

Setelah insiden yang kurang menyenangkan tersebut, datanglah SMS panggilan kerja dari Bali. Dari salah satu Sekolah Surfing. Tanpa berpikir panjang, saya segera memastikan panggilan tersebut dan langsung menuju Kembali ke Bali tanpa pamit. Hanya pamit ke rekan yang ada di mess saat itu, sambil tak lupa titip salam ke rekan-rekan lainnya. 

Saya merasa dipermudah dalam perjalanan menuju kembali ke Bali. Mulai diperbolehkan naik perahu menuju Pelabuhan Bangsal walau tanpa tiket, dapat tumpangan mobil pribadi sampai Cakra, Kota Mataram, bahkan tumpangan dari Padang Bay sampai Legian, kosan saya sebelumnya bareng temen. Sehingga saya tidak telat ketemu sang HRD untuk mengisi formulir administrasi karyawan, pada besok harinya saya mulai training kerja.

Cukup lama saya bertahan di perusahaan ini, lebih dari 2 tahun, sejak Maret 2017 hingga Agustus 2019. Selain perkerjaannya yang saya suka, yaitu fotografer. Sesuai dengan yang saya harapakan. Dilain sisi, Perjuangan mendapatkan kerja yang sangat menguras tenaga dan pikiran, serta pembelajaran menjadi buruh di sebuah PT, yang membikin saya bertahan lama.

Selama saya tinggal di Bali, saya sempatkan ditiap hari libur kerja untuk menikmati Pesona Bali. Sunrise dan sunset di pantai, bentang alam yang indah di Gn. Batur, Panorama Desa Pinggan yang syahdu, air terjun, serta budaya masyarakat Bali. 

Galery saya selama di Bali : Desa Pinggan Kintamani

*Tulisan ini saya bikin di Sleman, Yogyakarta. Dimana Saya memulai lagi, dan lagi dari awal. Zombie Mode. Banyak peristiwa dan keputusan yang mewarnai selama perjalanan saya, hingga terdampar di Kota Pelajar ini. 

Posting Komentar

1 Komentar