Sehari dapet Puncak

"Berjalan menahan beban ransel dipunggung, diantara ilalang-ilalang yang bergerak tidak teratur dihempas angin gunung yang kencang. Malam yang terasa berat, angin datang sangat kencang suaranya terasa meraung-raung ditelinga"

Ada yang mengatakan, kenapa gunung yang satu ini diberi nama Gunung Raung, karena  memiliki angin yang kencang, saking kencangnya seakan-akan suara anginya terdengar seperti meraung-raung. Pantes aja namanya gunung Raung.

Tetiba saja cipok yang jauh didepan saya, melambai-lambaikan tangannya, sambil berteriak: 

“Bang...., pondok  Angin bang...., pondok Angin.... .”  teriak Cipok dari kejauhan. 

Saya tidak begitu menghiraukan teriakan  si Cipok, karena  saya  tidak begitu mendengar apa yang sedang dia teriakkan. Angin waktu itu sangat kencang.. Saya hanya melanjutkan langkah secara perlahan-lahan hingga mendekati cipok,.. Malam itu, Kami berada dipondok Angin, pondok terakhir menuju puncak Raung.

Kami sengaja mendaki gunung dengan cara ekspress. Padahal kami samasekali belum pernah ke Raung, tapi nekat aja mendaki dengan cara ekspress. Kebut sehari dapet puncak. Ini bukan sesuatu yang hebat ataupun dibanggakan. Saya hanya rindu akan mendaki, dan hanya memiliki waktu yang tidak begitu panjang. Sebaiknya ini jangan ditiru, hanya kejar  target puncak. Walau kami berencana mendaki Raung dengan cara ekspress, kami membawa perlangkapan standart pendakian, serta perbekalan logistik selama 4 hari. Sekedar jaga-jaga, jika terjadi sesuatu yang tidak direncanakan. Waktu itu Cipok bersedia menemani saya mendaki Raung.
Kami berangkat dari pos Bu’ Endang (Sumber Wringin) jam 5 pagi, sampai pondok angin jam 9.30 malem. Dapet tumpangan pick up dari desa Karang Anyar sampai pondok motor. Seterusnya jalan kaki sampai pondok angin.

Walau hanya sehari muncak raung, perjalanan kami nyantai. Sekali istirahat memakan waktui 2-3 jam. Masak, ngopi, ngobrol-ngobrol, dan sambil tidur-tiduran. Dirasa suhu badan sudah  mulai dingin kami ngelanjutkan jalan. Seterusnya seperti itu, sampai pondok angin. Sayang sekali kami kehilangan dokumentasi perjalanan, dikarenakan hp yang dibuat alat dokumentasi dikembalikan ke yang empunya (alias minjem) dan kami lupa mengkopi file-file foto perjalanan kami. Gak apa-apa lah.. pengalaman tetap pengalaman, menjadikannya kenangan untuk dikenang.

Salam Lestari


Posting Komentar

0 Komentar