Pegunungan Iyang-Argopuro: Liburan Lebaran 2011

Cikasur
Peg. Iyang (Argopuro)
Pegunungan Argopuro merupakan kawasan konservasi yang memiliki status kawasan Suaka Margasatwa (SM), Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 417/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999, yang terletak di Jawa Timur.  Luas wilayahahnya mencakup 3 kabupaten, yaitu: kabupaten Bondowoso, Kab. Jember, dan Kab.Probolinggo. Argopuro dengan status kawasan SM diharapkan mampu menjaga kelestarian flora dan fauna dari kepunahan, sehingga tetap lestari pada masa-masa yang akan datang demi keseimbangan ekosistem. Jenis hutan di kawasan SM Peg. Iyang sangat beraneka ragam, kelebatannya juga sangat rapat. Ada beberapa puncak yang sering di kunjungi oleh para pendaki, seperti Puncak Rengganis, Puncak Argopuro, dan Puncak Arca. Puncak Argopuro dan Rengganis yang menjadi favorit para pendaki. Argopuro memiliki ketinggian 3088mdpl, memiliki jalur treking yang sangat panjang, kurang lebih 40km.

Nah, sekarang saya  akan bercerita mengenai perjalanan liburan saya menuju Argopuro. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya saya berkunjung ke Argopuro dan saya harap bukan untuk yang terkahir kalinya..

Perjalanan berkunjung ke Peg. Iyang, kami tempuh selama 5 hari, lama kan!!! jadi, siapkan waktu ekstra untuk berkunjung ke Argopuro. idealnya waktu pendakian peg. Iyang memang seperti itu adanya. Tapi, tetap tergantung sama kitanya. Bisa kurang dari waktu ideal, bisa juga lebih...

Ramadhan 2011
"rep, Idul Fitri plus 5 ke Argopuro" Sms Semar saat itu. Semar adalah satu kakak angkatan saya di Organisasi Pencinta Alam yang saya ikuti. Orangnya gempal suaranya menggelegar, panteslah jika dipanggil Semar. Saya langsung merespon, "Siap, meluncur".. Semar tidak sendiri, dia mengajak beberapa teman lagi, Yunus, keceng, dan satunya lagi kalo tidak salah di penggil rondo. Idul Fitri plus 3 saya ke Mojokerto, 2 hari kemudian kami menuju Bungurasi-Surabaya, dan dilanjut lagi, bis menuju Proboloinggo. Di Probolinggo, Bermalam dirumah temen, lagi-lagi kakak angkatan saya di OPA yang saya ikuti. Paginya dilanjut menuju terminal lama Probolinggo, kemudian capcus menuju Krucil-Bremi menggunakan bis Mini dari terminal lama Probolinggo.
Taman Hidup

Hari I, Probolinggo - Bremi -Taman Hidup
Hari itu, Bremi sangat cerah, kami menyusuri jalan setapak yang lumayan lebar, yang
kanan kirinya merupakan ladang penduduk. Perjalanan tidak begitu menyiksa, hanya saja terik matahari yang tepat diatas kepala  membuat tenaga cepat terkuras habis. Siang bolong kami sampai dibatas antara ladang peduduk Bremi dengan Hutan Damar. Kami istirahat dulu dan ngobrol-ngobrol dengan penjaga hutan sewaan perhutani. Sebut saja, namanya Mister X. Pak Penjaga hutan ini berasal dari Flores, beliau selalu berpindah-pindah tergantung penempatan. Puas ngobrol-ngobrol, dan stamina sudah kembli lagi, kami melanjutkan perjalanan menuju Taman Hidup.

Tracking menuju Taman Hidup lumayan nanjak. Selepas hutan damar, Hutan Heterogenyang lebat akan menyambut, jalan setapak semakin rapet, semakin nanjak, tenaga semakin terkuras. Dan akhirnya setelah beberapa jam bergulat dengan tanjakan, kami sampai juga di Taman Hidup.

Taman Hidup adalah sebuah danau yang terdapat di dalam hutan Argopuro dengan ketinggain 2022 mdpl. Danau ini biasanya dijadikan tempat camp bagi para pendaki. Layaknya Ranu Kumbolo di Semeru, Taman Hidup juga menjadi tempat favorit buat ngecamp. 

Taman Hidup
Hari II, Taman Hidup - Pondok Sinyal
Pagi hari bagaikan musuh bagi saya. Saya sangat sulit untuk bisa bangun pagi, apalagi badan masih terasa pegel-pegel karena tanjakan kemaren. Semar yang akrab di panggil Aba sama teman-temannya, sudah ngopi ceria di pinggiran danau Taman Hidup. Saya masih nyengkrem dalam pelukan Sleeping Bag. Aroma kopi pagi hari, dan suara ketawa canda diluar tenda, memangil-manggil untuk bergabung. Menikmati kopi, meracun tubuh dengan berbatang-batang nikotin, bercanda, saling usil, merupakan kegiatan rutin tiap kami istirahat ataupun dalam perjalanan.

Perjalanan Selanjutnya menuju Cisentor. Trekking yang satu ini panjang dan menanjak. Menaiki punggungan dan mengitari punggungan. Kami malah santai-santai, banyak istirahat. Namanya juga liburan, kami ingin menghabiskan liburan lebaran kali ini di Argopuro. Hari itu, kami tidak sampai ke Cisentor dan memutuskan ngecamp di atas Aeng Kene. Belakangan ini, saya baru tahu tempat yang kami jadikan tempat camp waktu itu bernama Pondok Sinyal, dikarenakan pada titik tertentu terdapat sinyal yang nyantol.

Hari III, Pondok Sinyal - Cisentor
Malem begitu cepat berlalu. Saya merasa baru saja memejamkan mata, terdengar suara gaduh dari luar tenda, terasa aneh. Ada beberapa suara-suara yang tidak saya kenal. Memaksa saya untuk keluar tenda, memang bener, ada rombongan pendaki yang sedang dalam  perjalanan turun menuju Bremi. Kami  juga berjumpa beberapa rombongan yang sudah Semar kenal dengan akrab, sama-sama dari Mojokerto, sama-sama satu almamater waktu SMA.

Menuju Cisentor diperlambat dengan kondisi treking yang dipenuhi batang-batang pohon yang menjadi rintangan. Seringkali kami dipkasa naik turun, melompatinya batang pohon yang menghalangi, kondisi ini membuat lutut cepet pegel. Disekitar Aeng kene kita harus hati-hati melangkah, jangan sampai kehilangan keseimbangan. Jika kita kehilangan keseimbangan, maka kita akan berkenalan dengan Daun Jancukan.


Hari IV, Cisentor - (Rengganis dan Argopuro)
Pukul 5 pagi perjalanan menuju puncak dari Cisentor. Saya memilih di Cisentor menjaga barang-barang, tidak turut serta mendaki menuju puncak Rengganis dan Argopuro. Semar dan yang lainnya, dan juga rombongan pendaki dari Jawa Barat. Entah jam berapa, dan kejadian apa saja yang merka alami selama perjalanan menuju Rengganis dan Titik Trianggulasi Argopuro. Yang saya tahu mereka kembali ke Cisentor sekitar jam 1 siang. Dan kemudian dilanjut menuju Cikasur.

Sungai Cisentor
Cisentor - Cikasur
Perjalanan menuju Cikasur Bersabana-sabana, entah berapa kali kami keluar masuk sabana. Selain sabana, ada pohon Edelweist yang tingginya sampai 2 meteran. Ajib kan!!! nah, ini salah satu dari sekian banyak jenis flora di Peg.Iyang yang wajib kita jaga,...

Sebelum sampai Cikasur, hari sudah mulai gelap. Perjalan kami semakin lambat, juga kondisi fisik sudah tidak sebugar waktu hari pertama mendaki. Ditengah perjalanan, salah satu diantara kami ada yang keseleo, Keceng. Membuat mentalnya down. Keceng merasa tidak enak kalau nantinya menghambat perjalanan. Saya rasa itu memang sangat wajar dalam kondisi saat ini, dimana malam yang semakin gelap, angin malam lembah yang dingin menusuk tulang, juga sunyi. Dan juga, pendakian ini yang pertama kalinya bagi Keceng. Semar, meminta saya menemani Keceng untuk jalan lebih dulu. Asik mengobrol sana sini dengan Keceng, kami berdua tidak sadar meninggalkan rombongan Semar, Yunus dan yang lainnya jauh dibelakang.

Kejadian malam itu, mengingatkan saya akan pendakian Argopuro pada tahun 2007. Waktu itu, saya dan yang lainnya juga kemalaman sebelum sampai Cikasur. Ditengah-tengah perjalanan, ditengah sabana yang luas kabut tebal menutupi pandangan kami. Senter yang kami bawa hanya mampu menembus beberapa meter saja, sehingga kami harus bergandengan tangan untuk terus jalan hingga Cikasur.

Hari V, Cikasur - Pos Baderan
Hari yang cerah, di padang savana yang cantik. Langit biru dengan awan putih yang bersih, puncak-puncak pegunungan yang mengitari Sabana Cikasur. Pemandangan yang sangat menawan. Cikasur merupakan padang savana yang sangat luas, terdapat sisa peniggalan sejarah berupa landasan kapal terbang dan juga sungai bening yang di tumbuhi selada air.

Menuju sungai Cikasur setelah mempacking semua barang kedalam carier masing-masing. Kami sengaja sarapan dipinggir Sungai agar sarapan terasa nikmat. hehe,..

Setelah sarapan kami langsung bergegas menuju Pos Baderan. Jalan berlahan-lahan namun pasti, langkah demi langkah, Alun-alun Besar, Jambangan, terus turun menuju Alun-alun kecil, dilanjut naik memasuki hutan heterogen yang lebat.

Kami mendaki saat musim kemarau jadi kondisi treking sangat berdebu. Ditambah kondisi treking yang sudah sering dilalui kendaraan bermotor, semakin memperaparah kondisi jalan. Di Mata Air 1, kami tidak sempat istirahat agar tidak terlalu larut sampai Pos Baderan.
Alun-alun Besar
Keluar hutan, kami mengambil jalan setapak ladang demi menghindari jalan makadam. Tapi,  malah muter-muter di ladang penduduk, banyak percabangan yang menyebabkan kami kebingunan. Saat itulah kami merasa kepayahan yang amat sangat.  Dimana, kami seharusnya sudah sampai Pos Baderan. Malah masih lagi muter-muter. Akhirnya kamalaman sampai Pos Baderan.

Petualangan menyisakan kenangan untuk dikenang dihari tua nanti. Semoga hutan-hutan kita masih tetap lestari, agar cucu kita nantinya dapat menikmati udara segar dan mengulangi menciptakan kenangan petualangan seperti saat ini,..

Posting Komentar

0 Komentar